Banda Aceh – Panitia Khusus (Pansus) Mineral dan Batubara (Minerba) serta Minyak dan Gas (Migas) DPRA mengungkap temuan terkait maraknya praktek tambang ilegal di berbagai wilayah Aceh. Aktivitas itu dinilai telah menghancurkan kondisi alam, merusak lingkungan, dan menyebabkan kerugian besar bagi masyarakat serta daerah.
Sekretaris Pansus Minerba DPRA, Nurdiansyah Alasta, menjelaskan hasil investigasi pihaknya di sejumlah lokasi tambang menunjukkan keterlibatan berbagai pihak, termasuk oknum aparat penegak hukum (aph).
“Pansus DPR Aceh menemukan fakta tentang kondisi alam dan lingkungan di Provinsi Aceh hancur akibat praktek tambang ilegal yang dilakukan secara membabi buta oleh pihak-pihak yang berkolaborasi dengan aparat penegak hukum, cukong (pemodal) dan pengusaha minyak ilegal, dan akibat kondisi ini telah menyebabkan timbul kerugian besar bagi masyarakat dan Aceh secara keseluruhan dan oleh karena itu Pansus DPR Aceh meminta kepada Gubernur Aceh untuk dapat melakukan proses penutupan terhadap seluruh kegiatan tambang ilegal,” tegas Nurdiansyah, dalam rapat paripurna DPRA, Kamis (25/09/2025).
Menurut Politikus Partai Demokrat ini, praktek ilegal itu tidak hanya dilakukan di satu atau dua daerah, tetapi telah menyebar luas di banyak kabupaten di Aceh.
“Pansus DPR Aceh menemukan beberapa wilayah kabupaten dalam provinsi Aceh menjadi tempat tambang ilegal diantaranya Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Nagan Raya, Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Aceh Selatan, Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Pidie,” ungkapnya.
Berdasarkan hasil pendataan Pansus Minerba, terdapat ratusan titik lokasi tambang yang dikerjakan secara ilegal. Bahkan, jumlah alat berat yang beroperasi pun mencapai ribuan unit.
“Pansus DPR Aceh menemukan sebanyak 450 titik lokasi tambang ilegal, dengan jumlah excavator yang bekerja secara aktif sebanyak 1000 unit, dan keseluruhan excavator dalam melakukan kerja diwajibkan untuk menyetor uang sebesar Rp30.000.000 perbulan kepada para penegak hukum yang berada diwilayah kerja masing-masing sebagai uang keamanan, dan jika dikalkulasikan uang haram yang diperoleh dari penyetoran ini pertahun adalah sebanyak Rp360.000.000.000/tahun dan praktek haram ini telah berlangsung lama dan dibiarkan berlangsung tanpa ada upaya untuk memberantasnya,” beber Nurdiansyah.
Ia menilai, angka Rp360 miliar per tahun yang diperoleh dari setoran para pelaku tambang ilegal itu menunjukkan adanya praktik sistematis yang sudah mengakar. Kondisi ini tidak hanya menggerus sumber daya alam Aceh, tetapi juga menutup peluang penerimaan resmi daerah.
Karena itu, Pansus Minerba mendesak Pemerintah Aceh untuk segera bertindak. Menurut Nurdiansyah, Gubernur Aceh harus mengambil langkah tegas menutup seluruh lokasi tambang ilegal. Selain itu, pihaknya juga menawarkan solusi agar masyarakat tetap bisa mendapatkan manfaat dari sektor pertambangan.
“Pansus DPR Aceh meminta kepada Gubernur Aceh untuk segera mengambil tindakan tegas dengan menutup lokasi-lokasi tambang ilegal dan kemudian memberikan kesempatan secara legal kepada koperasi-koperasi yang ada dimasing-masing Gampong untuk mengelola kawasan tambang secara legal, sehingga ini menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat dan dengan membangun kemitraan dengan pemerintah daerah yaitu melalui BUMD masing-masing kabupaten/kota,” tutupnya.(*)













